[Fisipol UGM] Andhika Mahardika: Lulusan Teknik Mesin yang Peduli Masa Depan Pertanian Indonesia

Di era yang serba digital ini, imajinasi tentang bertani, bercocok tanam, atau semacamnya secara berlahan mulai hilang dari daftar pekerjaan masa depan. Bahkan, Presiden Jokowi dalam Sidang Terbuka Dies Natalis IPB (Institut Pertanian Bogor) menyampaikan “sindiran” bahwa lulusan pertanian justru banyak kerja di sektor perbankan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab “masa depan” pertanian di Indonesia kurang menjanjikan.

Badan Pusat Stastika (BPS) tahun 2013 mencatat, setidaknya terdapat 5 milyar penduduk dalam 10 tahun terakhir yang meninggalkan pekerjaan sebagai petani. Hal ini juga diperparah dengan fakta bahwa rata-rata penduduk yang masih berprofesi petani berada pada usia 52 tahun. Keadaan ini salah satunya juga dipicu oleh rendahnya pendapatan seorang petani. BPS memaparkan bahwa rata-rata pendapatkan seorang petani sekitar Rp500 ribu per bulan.

Padahal, bidang pertanian merupakan salah satu sektor penting yang menyangkut hajat hidup masyarakat. Persoalan inilah yang menggugah hati salah satu pemuda bernama Andhika Mahardika, seorang sarjana mesin yang peduli dengan masa depan pertanian Indonesia. Melalui acara Sociopreneur Club yang bertajuk “Creative and Collaborative Enterprise” (19/01), Youth Studies Centre (YOUSURE) Fisipol UGM menghadirkannya sebagai pembicara.

Bertempat di Digilib Cafe Fisipol UGM, Andhika menceritakan perjalanannya hingga sukses mengembangkan sebuah perusahaan sosial. Andhika mengaku, orang tua sangat mendukungnya untuk menjadi seorang guru. “Saya sudah diterima di Unnes (Universitas Negeri Semarang) di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, tapi saya pindah ke Jurusan Mesin,” ungkapnya. Menurut Andhika, Jurusan Mesin cukup menjanjikan bagi masa depannya. Dugaan Andhika ternyata benar, setalah lulus ia diterima di sebuah perusahaan dengan gaji yang cukup besar.

Namun, bukannya merasa nyaman dan senang, Andhika justru merasa galau. “Saya merasa galau, ngapain ini kok hanya kerja saja. Malam lembur lalu paginya kerja lagi, begitu terus. Disitu saya tidak mendapatkan kebahagiaan,” paparnya. Oleh karena itu, Andhika memutuskan untuk keluar dan bergabung di Indonesia Mengajar. Dari Indonesia Mengajar, Andhika memutuskan pindah ke Jogja dan merintis sebuah perusahaan sendiri yang bernama Agradaya yang terbentuk atas keresahannya dengan masa depan pertanian Indonesia.

Tentang Agradaya

Agradaya merupakan perusahaan sosial yang mengembangkan sumber daya desa dalam sektor pertanian. Dimana pengembangan ini dilakukan melalui kolaborasi dengan petani-petani kecil. Berlokasi di Desa Sendangrejo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Agradaya tidak hanya mengembangkan berbagai produk olahan dari hasil pertanian, tetapi juga secara konsisten menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan.   

Menurut Andhika, salah satu persoalan yang dihadapi petani belakangan ini adalah persoalan alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit ataupun perumahan. Persoalan ini berkaitan dengan semakin rendahnya posisi tawar para petani di arena pasar. “Para petani banyak yang menjual produk mentah dengan harga yang sudah ditentukan oleh tengkulak,” ungkapnya. Keadaan ini menyebabkan pengahasilan petani semakin rendah sehingga banyak petani yang menjual sawahnya dan berpindah profesi.

Dari berbagai permasalah tersebut, Andhika bersama dengan tim Agradaya mencoba merumuskan beberapa solusi. Pertama, Appropriate Technology, yaitu penggunaan teknologi dalam proses pengolahan hasil pertanian, dari proses pengeringan sampai pengemasan. Kedua, Natural Farming. Andhika mengungkapkan, Natural Farming ini dilakukan untuk mendorong petani menghasilkan produk-produk organik. Dimana produk jenis ini mempunyai nilai jual lebih tinggi dan juga biaya produksi yang lebih rendah.  Ketiga, Land Management and Farm Analysis. Proses ini dilakukan sebagai sebuah upaya dalam menyeimbangkan proses produksi dengan tetap terjaganya alam sekitar.

Hingga saat ini Agradaya telah beranggotakan 157 petani dan berhasil membentuk 4 grup petani. Selain itu, Agraadaya juga berhasil membudidayakan 72 hektar tanah dan mampu menghasilkan 15 variasi produk. (/ran)

Sumber https://fisipol.ugm.ac.id/andhika-mahardika-lulusan-teknik-mesin-yang-peduli-masa-depan-pertanian-indonesia/

One Man One Book For Aceh

donasi buku untuk anak-anak di Aceh

Gerakan ‘one man one book for Aceh’ adalah gerakan yang diprakarsai oleh Pengajar Muda Aceh Utara bersama Penyala Aceh Utara, Indonesia Menyala. Misi program ini adalah menitipkan pesan semangat pendidikan untuk anak-anak pelosok melalui penggalangan buku. Buku yang terkumpul kemudian akan didistribusikan ke sekolah dan daerah-daerah yang membutuhkan di wilayah Aceh. Continue reading “One Man One Book For Aceh”

Bernyanyi

Ini adalah salah satu muridku di SDN 6 Paya Bakong, Aceh Utara. Dia bernama Muliadi, biasa dipanggil Simu. Ia sangat senang bernyanyi. Tiap kali aku masuk mengajar di kelasnya. Dia selalu minta diajarin lagu baru. Bahkan ia selalu ingin tampil maju ke depan untuk bernyanyi sendiri. Inilah suara emasnya. Dengarkan..

Bahasa Kebaikan

Ada satu bahasa yang bisa aku pakai dimana saja aku berada. Dia tak bersuku. Tak berlatar belakang adat istiadat. Tidak bernegara. Bukan atas nama sebuah bangsa. Dan bukan atas nama kepentingan, golongan atau bahkan tendensi apapun. Yang menuntunku riang dalam rimba keterasingan. Yang membuatku masih tetap bisa tersenyum diantara tatap nanar mata berkecurigaan. Selalu nyaman berpijak dan melangkah meski sedikit kawan. Ialah dia yang dinamakan bahasa kebaikan..

Continue reading “Bahasa Kebaikan”